Rest Area Urug Tasikmalaya berlokasi di Jalan
Tasikmalaya – Karangnunggal sekitar 5 kilo meter dari pusat Kota
Tasikmalaya, tepatnya di Kampung Urug, Kelurahan Urug, Kecamatan Kawalu
dengan luas hutan 300 Ha, status milik Perhutani.
Menuju lokasi ini sangat mudah terutama jika
menggunakan kendaraan pribadi. Dari Kota Tasikmalaya tinggal menuju ke
arah selatan Tasikmalaya, dengan sendirinya lokasi Rest Area Urug akan
terlewati. Sedangkan jika menggunakan kendaraan umum, dari Terminal
Indihiang- Tasikmalaya satu kali naik bis atau elf jalur selatan
Cipatujah, Karangununggal, Bantarkalong dan Pamijahan dengan ongkos
kisaran Rp5000/orang. Demikian juga pulang, bisa numpang kendaraan
jurusan Tasikmalaya yang hampir setiap menit melintas di depan pintu
gerbang Rest Area Urug.
Sejak 2010, Urug dibangun menjadi rest area.
Beberapa sarana sudah tersedia antara lain jalan yang membelah hutan,
jalur offroad serta area camping. Even nasional offroad setiap tahun
digelar baik oleh offroader Tasikmalaya atau Priangan Timur bahkan
nasional.
Kondisi udara Hutan Urug sangat sejuk.
Pohon-pohon besar tinggi masih terawat sementara jalan raya di
dibawahnya, sebelah utara membentang. Beberapa selokan dialiri air
jernih dari gunung Urug menujukkan alamnya masih terlindungi oleh
tangan-tangan jahil. Hanya saja, dengan dibukanya jalur offroad, ada
kekhwatiran kelestarian alam terganggu.
Beberapa sarana wisata yang tersedia berupa 5
saung penginapan, gazebo, rumah makan serta warung makanan ringan juga
gapura. Saat ini yang mengelola teknis wisata, masyarakat sekitar
bekerjasa dengan pihak Perhutani dan Pemkot Tasikmalaya. Sharing PAD
untuk pemkot 30% dan untuk pengelola 60%.
Selain fasilitas di atas, tersedia juga sarana
outbond, arung jeram. Hanya saja sarana ini belum dibuka sehari-hari
bagi semua pengunjung. Akan dioperasikan bila ada pesanan dari
komunitas atau perusahaan.
Adminiatratur Perhutani Jejen mengatakan, masih
banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan di lokasi Hutan Urug.
Antara lain Goa Sarongge dengan koloni kelalawar didalamnya. Hingga kini
Goa Sarongge masih jarang yang menjamah, padahal menghadirkan
pemandangan yang cukup bagus. Di Hutan Urug juga kini telah dibangun
kebun buah, yang akan dijadikan wisata agro, kini masih dalam proses
pananaman.
Untuk tenaga pengelola kata Jejen, jumlahnya
masih minim. Karyawan status tetap hanya dirinya yang sekaligus
merangkap administratur hutan, sementara 10 orang lainnya yang
mengelola outbond, rafting dan arung jeram, merupakan tenaga
outscorsing. “Untuk meningkatkan pelayanan, para pekerja itu sudah
mengikuti pelatihan-pelatihan bekerja sama dengan dinas terkait,” kata
dia belum lama ini.
Memasuki Rest Area Urug, setiap pengunjung harus
bayar karcis Rp5000. Meski relative tidak mahal, namun kurang
sebanding dengan ketersediaan sarana yang tersedia di di dalamnya.
Apalagi kalau pengujung perorangan, rasanya tidak terlalu istimewa
jika sekedar menysuri hutan atau nongkrong di gazebo. Namun bagi
pengunjung kelompok, sangat cocok misalnya dalam meeting perusahaan,
outbond serta aktifitas hiburan massal lainnya.
Genjot Promosi
Prof. Kartawan, Rektor Universitas Siliwangi
Tasikmalaya menyayangkan potensi Rest Area Urug yang sedemikian besar
belum tertata dengan baik. Padahal katanya, Hutan Urug yang lokasinya di
dekat kota tersebut, bisa dikatakan terbesar di Indonesia bahkan
se-Asia Tenggara.
Katanya, perlu sinergi antara pelaku pariwisata
dalam memajukan potensi rest area. Misalnya, perushaan travel
menjadikan Rest Area Urug sebagai paket perjalanan wisata Priangan
Timur, di samping destinasi wisata lain. “Kedepan, perlu juga dibentuk
brand, jika ke Tasikmalaya tidak afdol kalau tidak berkunjung ke Urug,”
katanya.
Salah satu kendala memajukan kepariwisataan di
Tasikmalaya katanya, seringkal dibenturkan dengan tradisi keagamaan.
Beberapa pihak menganggap, kepariwisataan identik dengan kemaksiatan
sehingga kota yang dijuluki Kota Santri ini tidak layak jika memajukan
industri kepariwisataan. “Di sini tentu harus ada komunikasi,
meyakinkan masyarakat bahwa pariwisata itu postif. Kalau perlu untuk
mengurangi ekses negatif, libatkan warga sekitar, jadikan rumah-rumah
mereka sebagai home stay,” sarannya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar